Selasa, 28 April 2015

MEROKOK MENINGKATKAN KECERDASAN

Benarkah merokok dapat Meningkatan Kecerdasan...??!!!

Baru kali ini saya memposting buatan orang lain, sebab saya kadang masih ternganga alias gumunan sama 'gaya' dan juga 'isi' si pembuatnya. So.. Selamat menikmati kopi aneh ini...^_

***
Merokok adalah prototype tingkatan laku hidup seseorang. Dari syari'at sampai ma'rifat. Ketika ingin merokok, jelas kita perlu korek dan rokok. Syariat. Seperti mau sholat harus wudhu, suci, dll. Lalu ketika proses menghisap rokok. Ngeses. Kita sampai pada hakikat. Mencecap rasa ketuhanan dan kehidupan dalam-dalam. Manunggaling kawulo gusti. Dan terakhir, saat menghembuskan asapnya. Ma'rifat. Karena, makna ma'rifat adalah ibadah dan hidup bukan untuk diri sendiri, pribadi, melainkan untuk umat.

***
Saya jadi ingat dialog lama yang terjadi antara Syekh Abu Hayyun dan seorang mbak-mbak unyu aktipis antitembakau.

“Iya, rokok memang berbahaya. Saya setuju sekali sama sampeyan, Mbak,” kata Syekh Abu Hayyun mantap. Wajah aktipis LSM antitembakau yang bertamu siang itu pun langsung berbinar.

“Begini,” lanjut Syekh. “Merokok itu nggak bisa dilakukan sambil terburu-buru. Anda bisa makan, minum, mandi, bepergian, bahkan bekerja, dengan cepat dan tergesa. Tapi tidak untuk merokok. Merokok mesti dilakukan seperti.. mm.. gerakan-gerakan salat. Harus tuma’ninah istilahnya, Mbak. Sedot, tenang, pengendapan sesaat, baru nyebul. Isep lagi, tenang dan pengendapan lagi, sebul lagi. Begitu terus-menerus. Lihat, ngudud sama sekali bukan aktivitas yang cocok untuk orang yang gegabah dan grusa-grusu…”

“Lho, maaf, katanya bahaya, Syekh? Kok malah nggak bahas bahayanya?” Si aktipis kimcil tampak nggak sabar.

“Sebentar..,” sambil tersenyum bijak Syekh memberi kode tangan, agar si aktipis diam dulu. “Untuk menghabiskan satu batang rokok, rata-rata dibutuhkan 20-25 kali hisapan. Kalau seorang perokok ngudud 10 batang saja setiap hari, artinya minimal ada 200 kali saat jeda tuma’ninah per harinya. Dua ratus kali setiap hari, Mbak! Nah, bayangkan saja jika ia menempuh hidup seperti itu belasan atau bahkan puluhan tahun. Apakah sampeyan yakin yang demikian itu tidak turut membentuk bangunan bawah sadar dan karakter pribadinya?”

“Bahayanya, Syekh. Pliss, bahayanya…”

“Jadi, ya nggak usah gampang heran kalau banyak pemikir muncul dari kalangan perokok. Sebab perokok itu bukan semacam speedboat yang melesat cepat di permukaan, melainkan lebih dekat dengan sifat kapal selam. Ia bergerak pelan namun pasti di kedalaman. Makhluk-makhluk kapal selam itu terbiasa tenang, jernih mencermati setiap hal, sekaligus punya daya imajinasi tinggi. Maka kita tahu ada Einstein, misalnya. Pastilah ia menemukan Teori Relativitas, serta teori bahwa semesta berbentuk melengkung, saat ia leyeh-leyeh sambil kebal-kebul dengan pipa cangklongnya. Ada juga Sartre, Albert Camus, Derrida, Sigmund Freud, yang semua-muanya menempa ngelmu tuma’ninah-nya lewat asap tembakau. Contoh lain? Ada Sukarno, Che Guevara, Winston Churcill, hingga John Kennedy. Atau para sastrawan-pemikir, mulai Rudyard Kipling, Hemingway, Mark Twain, Pablo Neruda, Chairil Anwar, Pramoedya Ananta Toer, yang kesemua mereka pun menjalani metode yang sama. Jadi bisa kita simpulkan bahwa..”

“Stop! Stop!! Please, Syekh. Please! I said: ba-ha-ya! Please explain the ba-ha-ya!!”

“Hehe, iya, iya, Mbak. Maaf. Saya tegaskan bahwa rokok memang berbahaya.” Syekh ber-tuma’ninah sesaat. “Sebab.. yang paling berbahaya dari seorang manusia bukanlah paru-paru atau jantungnya, melainkan pikiran-pikirannya.”

Jeng jeng jeeeng!

***

Sundul dikit, ah Aroma Musim Semi dan Kang Dadang.. Salam ngopi dari Rois Aam Jam'iyatul Gahwa wad Dukhan..haha.. Colek juga Mawarni si pehobby latte (biar nyeruputnya makin mangstaf, Sis, ahahay..^_), dan juga semua warga Secangkir Kopi (dan Kretek..?) Sufi, edisi melepas lemas dengan sedikit gemas..^_ ‪#‎SantaiSejenakNgelukBalungan‬

(Karya I.A. Daryono, Portal kompasiana dan mojok)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar