Lebih Tua Dari Machu Picchu, Situs Gunung Padang Yang Tak Ternilai Dipaculi Tanpa Prosedur Arkeologi Yang Benar!
“Dalam ilmu arkeologi, setiap senti
lapisan menyimpan rekaman jejak dari masa lalu. Jadi, arkeologi itu
tidak hanya memburu benda, tetapi juga memburu dan menjaga rekam jejak
dari masa lalu tersebut.”
Gunung Padang Cianjur kembali menjadi
perbincangan. Setelah muncul isu-isu mengenai legenda situs megalitikum
di Cianjur itu, kini soal lain muncul. Foto-foto penggalian yang
dilakukan TNI menjadi bahan perbincangan di sejumlah forum para
pemerhati Gunung Padang.
“Ya foto itu beredar, dan memang kalau
dilihat ada prosedur yang tak sesuai,” terang arkeolog, Luthfi Yondri
saat berbincang, pada Senin (15/9/2014).
TNI memang dilibatkan dalam proses
eskavasi yang kembali dimulai di Gunung Padang. Eskavasi kali ini
dipimpim tim Mandiri yang bekerja sama dengan Pemprov Jabar, Pemkab
Cianjur, dan TNI.
Luthfi mengaku apa yang dilakukan TNI
dengan menggali menggunakan pacul memang disayangkan. Dikhawatirkan,
dalam penggalian lewat pacul itu ada bahan arkeologi yang hilang atau
rusak.
“Kalau buat di arkeologi setiap senti
lapisan menyimpan rekaman jejak masa lalu. Arkeologi itu tidak hanya
memburu benda, tetapi juga memburu masa lalu,” imbuh dia.
Menurut arkeolog dari Balai Arkeologi
Nasional ini, dari foto-foto penggaliannya ada prosedur, ada tahapan
yang dilangkahi. Dalam arkeologi, saat kita menggali harus mengerti
lahan yang kita gali, harus jelas semuanya.
“Di Gua Pawon saja, karena di sana banyak peninggalan, kita menggali dengan tusuk gigi,” terang dia.
Jadi, menurut Luthfi, yang perlu disadari
apakah penggalian dengan pacul itu di lokasi yang sudah aman atau hanya
asal gali saja. Luthfi memberi catatan soal penggalian yang dilakukan
TNI itu.
“Saya bisa mengatakan, banyak hal yang
ditinggalkan dari sisi arkeologi. Kemudian apakah di sana ada
pengawasan, ada pencatatan, karena setiap lapisan tanah dibuka mesti ada
pencatatan,” tutup dia.
TNI: Kami di Sana Hanya Membantu
Eskavasi Gunung Padang kembali dilakukan.
Kali ini, penggalian ikut melibatkan TNI. Namun ada yang menjadi bahan
perbincangan sejumlah arkeolog. Metode TNI yang melakukan penggalian
dinilai tak sesuai prosedur. Karena dalam arkeologi, penggalian harus
berhati-hati tak asal pacul. Mesti ada pencatatan setiap bagian lapisan
tanah. Apa kata TNI soal itu?
“Kita diminta membantu karena ada anggota
di sana yang tiap saat membantu,” jelas Kapuspen TNI Mayjen Fuad Basya
saat dikonfirmasi, Senin (15/9/2014). Menurut Fuad, bagi yang protes
dengan apa yang dilakukan TNI dipersilakan saja. Pastinya, TNI tak asal
melakukan penggalian, ada tim arkeolog yang ikut mendampingi.
“Kalau protes, ya protes saja. Yang
bidang purbakala di sana mereka ada timnya. Kita TNI hanya mengerjakan,
bukan ahli. Kita hanya membantu. Jadi kalau ada proses yang salah,
prosedur yang salah ya tanya saja sama ahlinya yang kelola itu. TNI
intinya hanya membantu,” tegas Fuad.
Sedangkan Komandan Kodim (Dandim) Cianjur
Letkol Infanteri Moch. Andi memastikan bantuan anggota TNI AD di
sekitar situs Gunung Padang telah sesuai prosedur. Mengenai penggunaan
cangkul pun tidak bertujuan merusak situs karena memang dilakukan untuk
pembersihan area.
“Kita membantu tim, membantu dalam artian
kita menyiapkan semuanya seperti clearing sector. Sebelumnya kan rimbun
sekali, banyak pohon-pohon kecil, semak belukar,” ucap Moch. Andi di
lokasi situs, Selasa (16/9/2014).
Untuk proses ekskavasi pun, anggota TNI
juga didampingi oleh tim nasional ekskavasi Gunung Padang sehingga
apabila ada anggapan bahwa TNI bekerja seenaknya sendiri maka itu
adalah kesalahan.
“Kita hanya membantu saja, kita tidak
mungkin seperti berita selentingan TNI mencangkul merusak. Kita bekerja
mencangkul itu, atau membuat ekskavasi ada tim, tidak sembarangan,
diawasi, tidak sampai merusak,” ucapnya.
Andi juga memastikan bahwa reaksi
masyarakat sangat kooperatif dengan bantuan dari TNI. Bahkan, anggota
TNI juga tidur dan makan di rumah-rumah warga. Andi juga mengatakan
bahwa TNI terus mendampingi tim karena memang sudah ditugaskan demikian.
“Kami ada 150 personel, bergantian.
Sebelumnya juga kami melaksanakan karya bakti itu membangun rumah,
pengecatan masjid, sekolah. Lalu kami membantu tim di Gunung Padang,”
tutur Andi.
TNI Bahu Membahu Bangun Landasan Pendaratan Helikopter atau Helipad
Sebanyak 30 personel Batalion Zikon 13 TNI AD menggarap fasilitas penunjang di sekitar situs megalitikum Gunung Padang.
Mereka membangun helipad. Rencananya akan digunakan oleh rombongan Presiden SBY.
Pantauan di lokasi di Gunung Padang, Cianjur, Selasa (16/9/2014), sejumlah anggota TNI menggotong paving block yang akan dipasang sebagai landasan berukuran sekitar 30 m x 10 m.
Posisi helipad berada di luar situs Gunung Padang sehingga tidak mengganggu situs bersejarah itu.
“Kami sudah 1 bulan di sini, tapi
menggarap helipad ini baru 2 minggu. Sebelumnya menggarap tempat
parkir,” ujar salah satu anggota TNI, Letnan Agung saat ditemui di
lokasi.
Tampak anggota TNI meratakan tanah untuk
kemudian dipasang paving block. Kesulitan yang dihadapi yaitu curamnya
akses menuju ke helipad sehingga paving block yang akan dipasang harus
diangkat secara manual dari kaki bukit.
Target untuk menyelesaikan helipad itu
direncanakan sampai tanggal 20 September 2014. Sementara, penggarapan
helipad terus dikejar meski akses ke lokasi sedikit menyulitkan.
Rencananya, SBY akan mengunjungi situs
Gunung Padang pada bulan Oktober 2014. Tentunya akses menuju situs akan
lebih dekat dan mudah apabila melalui helipad sebab posisinya sekitar
100 meter saja dari situs.
Banyak Ilmuwan Asing Tertarik Oleh Gunung Padang
Banyaknya minat ilmuwan asing untuk ikut
meneliti situs megalitikum Gunung Padang di Ciaqnjur Jawa Barat, makin
hari semakin besar. Hal ini disebabkan oleh hasil data dari laboratorium
Beta Analytic Miami, Florida.
Hasil mengejutkan dan konsisten dikeluarkan oleh laboratorium Beta Analytic Miami,
Florida, dimana umur dari lapisan dari kedalaman sekitar 5 meter sampai
12 meter bada bor 2 umurnya sekitar 14500 – 23000 SM/atau lebih tua.
Sementara beberapa sample tetap konsisten
dengan apa yang di lakukan di Lab BATAN. Kita tahu laboratorium di
Miami Florida ini bertaraf internasional yang kerap menjadi rujukan
berbagai riset dunia terutama terkait carbon dating.
Kedua laboratorium ini menjawab keraguan
banyak pihak atas uji sampel di laboratorium BATAN. Sebelumnya, tim
riset terpadu mandiri telah melakukan uji terkait usia Gunung Padang di
laboratorium BATAN, namun tidak banyak respon positif, bahkan
meragukannya.
Padahal hasil yang diperoleh oleh kedua
laboratorium itu tidak banyak berbeda, Sudah saatnya kita percaya
terhadap kemampuan dan kualitas para ilmuwan serta laboratorium nasional
seperti BATAN.
Berikut hasil uji di kedua laboratorium tersebut:
1. Umur dari lapisan
tanah di dekat permukaan (60 cm di bawah permukaan) ,sekitar 600 tahun
SM (hasil carbon dating dari sampel yg diperoleh Arkeolog, Dr. Ali
Akbar, anggota tim riset terpadu di Laboratorium Badan Atom Nasional
(BATAN)
2. Umur dari lapisan
pasir-kerikil pada kedalaman sekitar 3-4 meter di Bor-1 yang melandasi
Situs Gunung Padang di atasnya (sehingga bisa dianggap umur ketika Situs
Gunung Padang di lapisan atas dibuat) sekitar 4700 tahun SM atau lebih
tua (diambil dari hasil analisis BATAN)
3. Umur lapisan ‘tanah urug’ di kedalaman 4 meter diduga man made stuctures
(struktur yang dibuat oleh manusia) dengan ruang yang diisi pasir (di
kedalaman 8-10 meter) di bawah ‘Teras 5′ pada Bor-2,sekitar 7600-7800 SM
(Laboratorium BETA Miami, Florida)
4. Umur dari pasir yang mengisi rongga di kedalaman 8-10 meter di Bor-2, sekitar 11.600-an tahun SM atau lebih tua (Lab Batan)
5. Umur dari lapisan
dari kedalaman sekitar 5 meter sampai 12 meter,sekitar 14500 – 25000
SM/atau lebih tua (lab BETA Miami Florida).
Kini laporan riset itu telah dilaporkan ke presiden.
Peneliti: Gunung Padang Lebih Tua Daripada Machu Picchu
Situs prasejarah Gunung Padang di Desa
Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat kembali
menjadi bahan perbincangan. Karena beberapa pihak mengklaim ada bangunan
yang tertimbun di bawah situs megalitik tersebut.
Namun, di luar kontroversi mengenai
kebenarannya, situs prasejarah Gunung Padang sangatlah menarik diliat
dari tinjauan arsitektur. Bentuknya yang berundak mengindikasikan adanya
peradaban tinggi di zaman nenek moyang bangsa Indonesia.
Menurut anggota tim peneliti situs Gunung
Padang, Pon S Purajatnika, situs ini didirikan pada tahun 2500 SM-1000
SM. Menjadikannya situs yang lebih tua dibanding bangunan Machu Picchu
di Peru, Amerika Selatan, yang berdiri sekitar tahun 1460-1470 Masehi.
“Lima abad setelah situs Gunung Padang
berdiri, barulah ada Machu Picchu di Peru. Bangunan ini memakai metode
dan pilihan lokasi yang sama,” kata Pon dalam acara diskusi ‘Menguak
Tabir Peradaban dan Bencana Katastropik Purba di Nusantara untuk
Memperkuat Karakter dan Ketahanan Nasional’ di Sekretariat Negara,
Jakarta, Selasa (7/2/2014) lalu.
Situs Gunung Padang terletak di antara
dua kampung: kampung Gunung Padang di timur dan kampung Cipanggulan di
sebelah barat. Bangunan berundak ini pertama kali ditemukan warga di
tahun 1979 di ketinggian 885 meter di atas permukaan laut. Seperti
dikatakan Pon, Machu Picchu di Peru juga berdiri di lokasi yang sama
yakni di atas dataran tinggi sekitar 2.430 meter di atas permukaan laut.
Salah satu arkelog Gunung Padang, Lutfi
Yondri, menyebutkan, jika situs itu merupakan punden berundak yang
dibangun dari batuan vulkanik yang berbentuk persegi panjang, terdiri
dari balok-balok batu.
Balok tersebut masuk dalam kelompok
batuan beku andesit berwarna hitam, berkristal halus sampai sangat
halus, masif, kompak, keras, dan sebagian permukan batuannya telah
mengalami pelapukan yang ditandai mineral berwarna kuning kecoklatan.
Secara keseluruhan konstruksi punden
berundak Gunung Padang terdiri dari lima teras yang masing-masingnya
mempunyai ukuran yang berbeda-beda. Teras pertama merupakan teras
terbawah mempunyai ukuran paling besar yang kemudian berturut-turut
sampai teras kelima ukurannya makin mengecil.
“Teras pertama untuk masyarakat dan
upacara pengorbanan, teras kedua untuk pimpinan dan terdiri dari lima
tempat duduk,” kata Pon yang juga mantan Ketua Himpunan Arsitektur Jawa
Barat.
Sedangkan pada teras ketiga ada lima
bangunan yang merupakan kelompok batu tegak. Teras keempat terdapat tiga
bangunan lagi yang terletak di bagian timur laut teras. Terakhir, teras
kelima dianggap paling suci, terletak di bagian paling ujung tenggara
dan jadi teras tertinggi.
“Bangunan Gunung Padang menunjukkan
betapa dia bisa bertahan dari berbagai bencana hingga sekarang,.
Masyarakat di masa itu sudah arif bijaksana dalam menyusun bangunan yang
ada,” kata Pon lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar